Pages

Friday, December 30, 2011

MENCETAK PESERTA DIDIK YANG LEBIH BERTANGGUNG JAWAB MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN TPS (THINK, PAIR, SHARE)


MENCETAK PESERTA DIDIK
YANG LEBIH BERTANGGUNG JAWAB MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN TPS (THINK, PAIR, SHARE)





Oleh:
SUPIAN SYAH
205.07.3.0107












JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2008


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis gelar panjatkan kepada Allah SWT yang telah dan selalu memberikan rahmat berupa kekuatan mental jasmani maupun rohani sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul “mencetak peserta didik yang lebih bertanggung jawab melalui strategi pembelajaran TPS (Think, Pair, Share)” ini dengan baik, meskipun disana sini masih banyak terdapat kekurangan terutama dalam sisitematika penulisan karya tulis ilmiah ini. Dapat dipastikan bahwa tanpa pertolongan-Nya tidak mungkin pennulis yang hina dan selalu salah ini mamu menyelesaikan kata-demi kata dalam setiap kalimat panjang karya tulis ilmiah ini.
Sholawat serta salam senantiasa penulis syairkan kepada junjungan agung, penyampai risalah terakhir, sang penyeru amar ma`ruf nahi mungkar, sang revolusioner dunia sejati yang telah merubah dunia menjadi lebih bermartabat, yang telah membimbing umatnya menjadi berakhlaqul karimah. Tiada lain adalah nabi besar Muhammad SAW yang selalu dinanti-nantikan syafa`atnya kelak dihari yaumul qiyamah.
Penghargaan yang sebesar-besarnya penulis dedikasikan kepada kedua orang tua yang telah sudi berkorban tenaga, doa, biaya, rasa hina dan derita demi masa depan anak-anaknya, sehingga penulis dapat menikmati dan mengenyam bumbu-bumbu pendidikan perguruan tinggi UNIVERSITAS ISLAM MALANG dengan segala macam bentuk kesederhanaan. Semoga amal baik dan niat suci nan luhur kedua orang tua penulis layak mendapatkan balasan surga firdaus-Nya. Amien
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua sahabat-sahabati pergerakan mahasiswa islam Indonesia (PMII) Rayon Al-kindi komisariat UNISMA utamanya kakanda shoim asyari yang telah menjadi api motivasi, air penyejuk hati serta tanah pijakan kaki, yang senantiasa sabar menjawab pertanyaan-pertanyaan penulis baik secara organisasi maupun secara privasi, secara langsung ataupun tidak langsung demi terselesaikannya karya tulis ilmiah ini.
Terakhir, penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik konstruktif dan saran kreatif selalu penulis harapkan sebagai bahan masukan dan referensi pembelajaran guna kesempurnaan penyusunan karya tulis ilmiah yang akan dating. Akhir kata penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini bisa mendatangkan manfaat dan bisa menambah khasanah berpikir keilmuan bagi semua pihak yang sudi membuka lembar-demi lembar karya tulis ilmiah ini.





























BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang Masalah
Pupuslah sudah harapan pemerintah khususnya kementrian yang mengurusi masalah pendidikan dalam hal ini adalah Bambang Sudibyo sebagai mentri pendidikan untuk menciptakan pendidikan yang lebih bermutu. Kurikulum KTSP atau yang lebih populer dengan istilah kurikulum 2007 tidak mampu mewujudkan hal tersebut. Banyak kerancuan yang terjadi dalam implementasi kurikulum KTSP, salah satunya adalah ketidaksiapan peserta didik dan tenaga pendidik, sehingga yang terjadi adalah kebingungan tentang bagaimana peserta didik harus belajar dan bagaimana tenaga pendidik harus mengajar. Hal itu tidak dapat dipungkiri lagi kejadiannya. Selama ini proses belajar mengajar di Indonesia masih jauh dari kata memajukan dan masih belum pantas dikatakan maju. Bagaimana tidak, jika esensi pendidikan `memanusiakan manusia` sama sekali tidak tersentuh dalam kurikulum terbaru KTSP sehingga tidak salah jika selama ini banyak pendapat yang mnengatakan bahwa KTSP adalah Kurikulum Tidak Siap Pakai bukan lagi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Banyak bukti mengindikasikan ketidakberhasilan kurikulum KTSP, salah satunya adalah tingkat kemandirian dan kebertanggungjawaban peserta didik. Dari segi tanggung jawab misalnya. Ditetapkannya kurikulum KTSP memberikan hawa kebebasan kepada peserta didik dalam berkreasi. Sekilas strategi tersebut memang cukup efisien dan efektif untuk diberlakukan mengingat tuntutan jaman akan manusia-manusia kreatif. Namun yang menjadi kendala sekaligus problema adalah minimnya tanggung jawab, artinya bahwa ketika peserta didik diminta untuk mempresentasikan hasil kreasinya, seringkali peserta didik mati langkah dan bingung harus menjelaskan apa, karena proses kreatif yang mereka lakukan merupakan hasil pemikiran orang lain bukan murni kreasinya sendiri. Dan lagi-lagi bukannya kreativitas yang akan mereka dapatkan, melainkan kebingungan yang pada akhirnya berlanjut pada sikap malas belajar.
Apa mau dikata, nasi sudah menjadi bubur, pemerintah sudah terlanjur menetapkan dan mengesahkan kurikulum KTSP sebagai kurikulum standar pendidikan Indonesia, dan mau ataupun tidak mau, siap atau tidak siap, peserta didik harus pasrah menjalaninya. Begitu pula dengan tenaga pendidik, mereka harus berupaya keras mencari dan menciptakan strategi-strategi baru guna antisipasi sikap malasisme peserta didik. Terkait dengan strategi pembelajaran, sengaja penulis mengangkat strategi pembelajaran TPS (Think, Pair, Share) sebagai upaya filterasi atau sebagai pembendung sikap malasisme peserta didik terhadap sistem belajar ala kurikulum KTSP.
Terlepas dari kepentingan politik, penulis memilih strategi TPS sebagai latar belakang dari penulisan makalah ini sebagai salah satu bentuk keprihatinan sekaligus ungkapan duka cita yang mendalam terhadap wajah pendidikan Indonesia yang rusak-rusakan sebagaimana Darmaningtyas katakan dalam salah satu bukunya yang berjudul `Pendidikan Rusak-Rusakan`. Bahkan bisa dikatakan bahwa pendidikan Indonesia tidak berwajah lagi. Alasan lain mengapa penulis memilih strategi TPS adalah faktor image atau nama baik pendidikan Indonesia yang dulunya disanjung-sanjung dan sempat dijadikan kiblat oleh Negara jiran, sekarang malah kehilangan kendali dan sudah tidak bargain atau tidak meiliki nilai jual lagi.
Dari kedua alasan tersebut, penulis berasumsi bahwa demi terangkatnya kembali citra pendidikan Indonesia yang sudah tidak naik daun lagi, maka dipandang perlu untuk dilakukan upaya problem solving yang termanivestasikan dalam bentuk makalah berisikan strategi pembelajaran yang diharapkan mampu mencetak peserta didik yang lebih bertanggung jawab, peserta didik yang lebih semangat belajar, peserta didik yang benar-benar aktif, kreatif, produktif dan peserta didik yang lebih terdidik. Hal itulah yang melatar belakangi penulis dalam menulis makalah ini.

1.2.  Rumusan Masalah
Sesuatu yang diasumsikan sebagai masalah, tidak cukup hanya berhenti pada pernyataan asumtif semata. Perlu sebuah pembahasan lebih lanjut tentang masalah dimaksud. Oleh karena masalah mempunyai ruang lingkup universal, maka penulis mencoba merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1.      Apa yang harus dipersiapkan terlebih dahulu dalam strategi pembelajaran TPS?
2.      Siapakah yang berperan aktif dalam strategi pembelajaran TPS?
3.      Kapan strategi pembelajaran TPS bisa diterapkan?
4.       Bagaimana cara penerapan strategi pembelajaran TPS dalam proses belajar mengajar?
5.      Apakah kontribusi strategi pembelajaran TPS terhadap perkembangan peserta didik?
Dari ke lima rumusan masalah yang tercover dalam bentuk pertanyaan diatas, diharapkan nantinya tidak akan ada semacam overlapping atau tumpang tindih antara apa, bagaimana, dan siapa yang berhak dan berkewajiban terhadap upaya implementasi strategi pembelajaran TPS (Think, Pair, Share).

1.3.  Tujuan
Untuk menambah kejelasan makalah ini, penulis mempunyai beberapa tujuan terkait dengan latar belakang dan rumusan masalah diatas. Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
  1. Agar semua pelaku pendidikan baik peserta didik maupun tenaga pendidik faham akan langkah apa saja yang harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum bermain-main dengan strategi pembelajaran TPS.
  2. Memberikan pengertian terhadap peserta didik bahwa dalam proses belajar mengajar guru bukanlah subjek tunggal yang harus selalu bersikap proaktif.
  3. Untuk memberikan informasi tentang waktu yang tepat untuk menerapkan strategi pembelajaran TPS.
  4. Memberikan informasi lengkap tentang bagaimana proses kerja melalui strategi pembelajaran TPS dalam kegiatan belajar.
  5. Memberikan kontribusi atau sumbangsih terhadap dunia pendidikan sehingga para peserta didik dapat lebih bertanggung jawab melalui strategi pembelajaran TPS.

1.4.  Manfaat
Dari ke lima tujuan terkait pembuatan makalah ini, penulis mempunyai beberapa harapan manfaat yang akan dihasilkan strategi pembelajaran TPS dalam upaya mendongkrak kualitas pendidikan Indonesia. Beberapa manfaat yang dapat diharapkan adalah sebagai berikut:
  1. Semoga para pelaku pendidikan baik peserta didik maupun tenaga pendidik mengerti tentang apa yang harus dipersiapkan terlebih dahulu sebelum memulai menggunakan strategi pembelajaran TPS.
  2.  Semoga strategi pembelajaran TPS dapat memberikan kesadaran terhadap peserta didik bahwa proses mencetak peserta didik untuk bisa lebih baik tidak serta merta merupakan tanggung jawab tenaga pendidik, melainkan juga bagaimana peserta didik dapat berperan aktif secara tidak langsung melalui sebuah strategi pembelajaran yang lebih bebas terarah.
  3. Semoga dengan diberlakukannya strategi pembelajaran TPS ini, para pelaku pendidikan baik peserta didik maupun tenaga pendidik bisa bersama-sama merumuskan kapan waktu yang tepat untuk menerapkan sebuah metode baru yang notabene construct oriented demi kenyamanan dan keharmonisan suasana pembelajaran.
  4. Semoga para pelaku pendidikan bisa mengerti sekaligus memahami bagaimana cara menerapkan strategi pembelajaran TPS dengan baik dan benar sebagai upaya menghindari overlapping atau tumpang tindih dalam proses belajar mengajar didalam kelas sehingga dapat meminimalisir strategi pembelajaran yang membosankan dan terlalu monoton.
  5. Semoga strategi pembelajaran TPS bisa memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan dan kemajuan berpikir, berdiskusi dan management problem peserta didik, utamanya dalam mencetak peserta didik yang lebih bertanggung jawab.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Strategi Pembelajaran TPS (Think, Pair, Share)
            Think, Pair, Share is a structure first developed by Professor Frank Lyman as continuing of co-operative learning (Professor Frank Lyman at the university of Maryland in 1981). TPS adalah strategi pembelajaran sebagai kelanjutan dari metode pembelajaran co-operative learning, namun yang membedakan adalah aktivitas yang diperuntukan bagi peserta didik dalam proses belajar mengajar. Point penting yang terdapat dalam strategi ini adalah Think, Pair, Share.

            Think atau dalam bahasa Indonesia berarti berpikir adalah suatu proses mengerti dari asal mula ketidak mengertian atau kebingungan. Artinya bahwa terkait dengan pendidikan, maka peserta didik melakukan proses berpikir untuk mencerna suatu hal atau suatu masalah sampai pada akhirnya didapatkan suatu kemengertian terhadap hal atau masalah dimaksud. (http://www.wcer.wisc.edu/archive/cll/CL/doingcl/thinksq.htm)

            Pair dalam bahasa Indonesia berarti berpasangan. Artinya bahwa baik peserta didik maupun tenaga pendidik memerlukan partner atau rekan pasangan sebagai objek transformasi ilmu dari suatu proses pemikiran.

Share atau dalam bahasa Indonesia berarti berdiskusi, tukar pemikiran, curhat, mempunyai arti bahwa setelah peserta didik melakukan proses berpikir dan mentransformasikan hasil pemikiran dengan rekan atau pasangan kita, maka peserta didik juga memerlukan satu aktivitas yang dapat menopang hasil dari pikirannya, apakah sesuai dengan kondisi yang ada atau konteks permasalahan atau tidak sehingga ditemukan suatu titik temu dan kesefahaman tentang suatu masalah secara mendetail dan mendalam lagi.

Jadi TPS (Think, Pair, Share) adalah suatu strategi yang memadukan antara tiga komponen daya peserta didik menjadi satu kemampuan dengan lebih efisien, yang mana diantara ketiga komponen tersebut saling berhubungan atau terdapat hubungan korelasi kausalitas yang erat yang akan menghasilkan ketergantungan dan kebertanggungjawaban terhadap suatu masalah. Adapun kemampuan yang diharapkan mampu dimiliki oleh peserta didik dalam implementasi strategi TPS ini adalah:

  1. Sharing Information (Tukar Informasi)
Dalam upaya implementasi strategi TPS diharapkan peserta didik mempunyai kemampuan sharing information atau tukar informasi tentang suatu masalah sebagai pembuktian awal antusiasme peserta didik terhadap proses pembelajaran. Tentunya hal itu tidaklah cukup hanya dengan sebuah pembuktian secara mendetail dalam pembahasan masalah yang dipermasalahkan. Artinya bahwa setiap peserta didik diharapkan mampu membedah suatu masalah secara mendetail menyentuh pada hal-hal yang lebih urgent selain hanya bagian permukaan masalah tersebut.

  1. Processing Information (Mengolah Informasi)
Setelah peserta didik memiliki kemampuan sharing information, selanjutnya yang diharapkan adalah kemampuan processing information atau mengolah informasi yang mana pada tahap ini peserta didik dituntut lebih peka dan lebih kreatif lagidalam mengolah informasi yang awalnya masih bersifat bias dan terasa masih tabu serta global menjadi lebih terfokus dan lebih mengkrucut atau spesifik lagi.

  1. Developing Thinking (Pengembangan Pikiran)
Rumor bahwa peserta didik identik dengan kata malas berpikir panjang sudah tak terbantahkan lagi. Terbukti dengan sikap menggantungkan pemikiran (nebeng pemikiran) terhadap satu orang yang dianggap seolah-olah lebih mampu. Dari fenomena seperti itu dapat ditarik sebuah asumsi dasar bahwa peserta didik tidak bertanggung jawaqb atas beban masalah yang ditanggungkan. Dalam hal ini fungsi strategi TPS sangat penting karena dalam implementasinya peserta didik tidak hanya mampu mendiskusikan atau saling tukar informasi dan mengelola informasi, akan tetapi lebih dari itu adalah pengembangan pemikiran sehingga kemampuan berpikir peserta didik diusahakan sebisa mungkin dalam upaya pengembangan kerangka berpikir yang lebih rasional, logikal, dan transformal.

Dengan beberapa kemampuan tersebut, besar kemungkinan peserta didik akan lebih tertarik dan lebih bertanggung jawab lagi terhadap tugas yang dibebankan oleh tenaga pendidik. Selain itu dengan dengan kemasan pembelajaran yang lebih mengasyikkan dan lebih menantang besar kemungkinan pula peserta didik akan lebih focus dan konsentrasi dalam mengikuti setiap episode pembelajaran.




















BAB III
PEMBAHASAN
Apa yang Harus Dipersiapkan Terlebih Dahulu dalam strategi pembelajaran TPS?
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa dalam menerapkan sebuah strategi hendaknya terlebih dahulu diadakan sebuah pemikiran panjang yang melibatkan banyak pihak utamanya adalah para pelaku pendidikan dalam hal ini adalah tenaga pendidik dan peserta didik, karena walau bagaimanapun kedua icon pendidikan itulah yang lebih mengetahui dan memehami apa saja yang menjadi kendala dalam menerapkan sebuah strategi pembelajaran. Hal ini dimaksudkan sebagai bahan perbandingan dan bahan evaluasi guna menuju perubahan pola pembelajaran yang lebih baik yang lebih menekankan kepada tingkah laku dan kebiasaan peserta didik.
Dalam strategi pembelajaran TPS apa yang perlu dipersiapkan terlebih dahulu tidaklah terlalu penting, karena dalam strategi ini baik peserta didik maupun tenaga pendidik cukup mempersiapkan semangat dan motivasi belajar agar nantinya dapat menyerap ilmu-ilmu pendidikan yang akan ditransfer melalui strategi pembelajaran TPS dengan melibatkan semua peserta didik tanpa terkecuali.
Namun selain kedua unsur penting yang harus dipersiapkan seperti yang telah disebutkan diatas, hal atau unsur penunjang yang teramat penting yang perlu untuk dipersiapkan untuk menunjang kedua unsur tersebut adalah
1.      Niat Belajar
Pada tanggal 16 agustus 2004 silam, Wardiman djoyonegoro mantan mentri pendidikan nasional dalam wawancaranya denagn stasiuhn televisi pendidikan indonesia (TPI) mengemukakan bahwa ada tiga syarat utama yang harus diperhatikan dalam pembangunan pendidikan agar dapat memberikan kontiribusi terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia, meliputi sarana gedung, buku yang berkualitas, dan tenaga pendidik yang yang profesional. (Dr. E. Mulyasa, M.Pd.). dari pernyataan tersebut ada sinyalemen kuat yang menduga bahwa seakan-akan progres tidaknya suatu pendidikan semata-mata merupakan tugas dan tanggung jawab seorang guru atau tenaga pendidik. Padahal jika kita dianosis secara mendalam, tugas guru atau tanaga pendidik hanyalah sebagai transformator, fasilitator, motivator dan atau tor-tor yang lain terlepas dari empat kompetensi dasar (kompetensi profesionalisme, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial dan kompetensi individual) yang harus dimiliki oleh seorang tenaga pendidik, sebenarnya berhasil tidaknya atau kuat tidaknyua bangunan pendidikan suatu negara juga sangat bergantung kepada sikap peserta didik. Dalam artian bahwa bagaimana peserta didik memaknai pendidikan itu sendiri, karena tidak semua peserta didik paham akan posisinya sebagai icon utama dalam dunia pendidikan hubungannya dalam hal ini adalah niat belajar. Selama ini banyak dari peserta didik yang hanya sekedar mengikuti proses pembelajaran tanpa niat yang tulus dan tekat yang bulat untuk mencapai puncak tertinggi ilmu pelajaran. dari situlah sebenarnya awal dari problematika mengapa pendidikan di Indonesia tidak kunjung memberikan kontribusi terhadap perkembangan sumber daya manusia Indonesia. Sehingga apapun bentuk metode pembelajaran, kurikulum pendidikan dan terapi-terapi yang diberikan atau diberlakukan tidak cukup kuat untuk menembus dinding pertahanan niat setengah hati para peserta didik.
Oleh karenanya, apapun bentuk metode pembelajaran yang akan digunakan dalam proses belajar mengajar lebih-lebih dalam strategi pembelajaran TPS yang mempunyai tujuan penting dalam mencetak peserta didik yang lebih bertanggung jawab, unsur pertama dan utama yang perlu menjadi prioritas utama adalah niat belajar peserta didik, apakah peserta didik mempunyai niatan yang tulus dalam menerima pelajaran, apakah peserta didik memiliki tekat yang bulat untuk bisa menerima pelajaran.
2.      Kemauan dan kesadaran
Pada pasal 39 ayat 1 dan 2 undang-undang sistem pendidikan nasional tentang guru yang berbunyi “tenaga kependidikan bertugas melaksanakan tugas administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan”.(ayat 1). “pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksankan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”. (ayat 2).
Dari kedua ayat tersebut diatas, baik pada ayat 1 maupun ayat 2 tidak ditemukan satu kata kesadaran dan kemauan. Semuanya lebih menekankan kepada hal yang bersifat teknis dan sistem yang semu. Mengapa demikian? Karena baik ayat 1 maupun ayat 2 tidak mementingkan bagaimana tenaga pendidik dapat menjadi seorang pendidik yang benar-benar mau dan benar-benar sadar untuk memberikan ilmu kepada peserta didik. Lagi-lagi pemerintah terpelosok dalam kepandaiannya membuat suatu sistem yang dianggap sangat jitu untuk membuat suatu perubahan. Pemerintah mengabaikan esensi dasar dalam proses transformasi ilmu yaitu kemauan dan kesadaran. Terkesan bahwa sistem yang diberlakukan oleh pemerintah melalui undang-undang guru hanyalah bersifat menggugurkan kewajiban sebagai tenaga pendidik tanpa mengimbangi dengan kemauan tenaga pendidik tersebut dalam memberikan ilmu, karena trend yang masih hangat saat ini adalah banyak tenaga pendidik yang mengikuti pelatihan-pelatihan kependidikan dengan tujuan sertifikasi bukan dengan tujuan suci pendidikan. Terlihat jelas indikator yang kemudian ditimbulkan adalah maunya tenaga pendidikan dalam mengikuti pelatihan-pelatihan bukanlah untuk kepentingan pembelajaran melainkan maunya demi mendapatkan sertifikat sebagai prasyarat sertifikasi.
Oleh karena itu, untuk semua guru hendaknya mau dan sadar betapa besarnya jasa seorang guru demi pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas. Mau untuk bersama-sama peserta didik dalam menentukan hal terbaik untuk mencetak pelaku pendidikan yang bermutu, sadar bersama-sama peserta didik dalam menentukan hal terbaik yang dapat diberlakukan dalam dunia pendidikan seperti contoh strategi pembelajaran. Jadi kemauan dan kesadaran tenaga pendidik dalam menyampaikan strategi pembelajran pada peserta didik menjadi unsur yang sangat penting untuk memberikan motivasi terhadap peserta didik untuk terus menggebu-gebu menapaki dunia pendidikan yang tak akan pernah berhenti pada satu titik stagnasi selama manusia memijakkan kaki dalam dunia ini.

Siapakah yang Berperan Aktif Dalam Strategi Pembelajaran TPS?
Kalau dalam dunia tinju kita mengenal istilah petinju, manager, promotor dan lain sebagainya, maka lain halnya dengan dunia pembelajaran khususnya dalam penerapan strategi pembelajaran TPS. Dalam penerapan strategi pembelajaran TPS para pelaku aktif yang mutlak adanya adalah tenaga pendidik atau guru dan peserta didik atau siswa.
1.      Tenaga pendidik (guru)
Dalam proses belajar mengajar, peran tenaga pendidik sangat besar dituntut untuk memberikan stimulus terhadap peserta didik. Diluar peran dan fungsinya sebagai media atau fasilitator proses transformasi ilmu. Kaitannya dengan strategi pembelajaran TPS, peran tenaga pendidik sangat dibutuhkan dalam mengatur jalannya strategi pembelajaran TPS dimaksud atau dengan kata lain tenaga pendidik adalah bank informasi yang bersifat super. Adapun yang harus seorang tenaga pendidik lakukan dalam implementasi strategi TPS adalah:
Ø  Terlebih dahulu guru membagi peserta didik menjadi kelompok berpasangan dengan masing-masing kelompok beranggotakan dua orang sesuai dengan istilah pair dalam strategi  pembelajaran TPS (Think, Pair, Share).
Ø  Selanjutnya yang perlu dilakukan oleh guru setelah membagi siswa dalam beberapa kelompok berpasangan adalah menentukan topik yang nantinya adakan didiskusikan dalam masing-masing kelompok.
Ø  Sebelum menentukan masalah, guru terlebih dahulu harus membagi 2 orang dalam kelompok masing-masing untuk mewakili home group dalam expert group. Dengan menandai masing-masing siswa dengan adjad atau angka.
Ø  Setelah membagi masing-masing orang menjadi wakil dalam expert group, guru memberikan waktu kepada semua siswa untuk berpikir sejenak terkait dengan masalah atau topik yang akan didiskusikan sesuai dengan point think dalam strategi pembelajaran TPS (Think, Pair, Share)
Ø  Setelah waktu berpikir telah selesai, guru memepersilahkan dua orang dalam satu kelompok untuk berpencar dan bergabung dengan home group sesuai dengan tanda yang telah ditentukan untuk kemudian melakukan proses sharing sesuai dengan point share dalam strategi pembelajaran TPS (Think, Pair, Share).
Ø  Setelah proses sharing selesai selanjutnya guru mempersilahkan masing-masing siswa untuk kembali kepada kelompok semula dan melaporkan hasil dari diskusi yang telah disepakati dalan home group dalam kelompok pasangannya secara bergantian.
2.       Peserta didik (Siswa)
Adapun peran peserta didik dalam penerapan strategi pembelajaran TPS ini adalah
Ø  Siswa atau peserta didik harus mengikuti prosedur yang telah diberlakukan oleh tenaga pendidik demi lancarnya penerapan strategi TPS.
Ø  Siswa atau peserta didik harus bertanggung jawab atas masalah yang telah ditentukan oleh tenaga pendidik atau guru.
Ø  Siswa atau peserta didik dalam perannya sebagai expert, harus melaporkan hasil diskusi dan sharing yang telah disepakati dalam kelompok expert sekembalinya dari home group. Kepada pasangan kelompokmya.
Ø  Siswa atau peserta didik harus mempertanggung jawabkan pernyataan yang merupakan kesepakatan dalam home group kepada pasangan kelompoknya jika terdapat pertanyaan terkait dengan masalah yang didapat oleh masing-masing siswa.
Ø  Siswa atau peserta didik harus menuliskan hasil sharing sebagai formalitas bahwa semua siswa antusias dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti strategi pembelajaran TPS.
Ø  Apabila dianggap perlu dan memungkinkan siswa atau peserta didik harus mempresentasikan hasil diskusi bersama didepan guru dan teman-teman satu kelas.

Kapan Strategi Pembelajaran TPS Bisa Diimplementasikan?
Mempertanyakan tentang kapan seharusnya waktu yang tepat untuk menerapkan strategi pembelajaran TPS, maka hal tersebut terkait erat dengan situasi, kondisi dan domisili atau lebih akrab dengan sebuah akronim SIKONDOM sebagaimana yang telah diterapkan oleh seorang guru mata pelajaran komputer pada tingkatan sekolah menengah atas (SMA) dimana dalam proses penerapan strategi TPS, guru tersebut memberikan kejutan-kejutan baru yang tentunya berkaitan langsung dengan materi dan ternyata kejutan tersebut bisa memberikan dampak positif bagi tingkat pemahaman siswa terhadap materi, terbukti dengan lima siswa yang dapat menguasai materi komputer dalam waktu yang terbilang cepat.
Adapun beberapa kejutan yang telah dibuktikan oleh guru komputer tersebut, berikut adalah ulasan ceritanya.
“Kejutan pertama saya memberikan materi yang belum pernah saya ajarkan kepada siswa secara mendadak. Setelah materi saya berikan siswa saya minta untuk bersama-sama mendiskusikan tentang materi baru tersebut. Kejutan tersebut ternyata membuat saya balik terkejut karena ternyata ada beberapa siswa yang telah mengetahui materi tersebut, sehingga ketika dia dihadapkan pada materi yang sama dia merasa sudah bisa”
“Untuk kejutan kedua, setelah saya memberikan materi baru yang ternyata sudah ada siswa yang mengetahui tentang materi itu, selanjutnya saya memberikan waktu kepada 2 atau 3 siswa yang belum tau untuk menanyakan kepada siswa yang tahu dengan alokasi waktu yang tidak terlalu singkat dan tidak pula terlalu lama. Dari alokasi waktu yang saya berikan ternyata siswa yang awalnya tidak tahu menjadi tahu atas bantuan siswa yang tahu tersebut dengan batasan waktu yang lebih efisien dari pada saya harus menjelaskan didepan kelas”.
“Selanjutnya untuk kejutan yang ketiga 2 atau 3 siswa yang sudah mendapat informasi tersebut saya minta agar memberitahu temannya yang lain yang masih belum tahu, sehingga peran saya sebagai fasilitator benar-benar berjalan sesuai dengan fungsinya. Dan satu hal yang menjadi catatan penting saya bahwa dengan diterapkan strategi seperti itu para siswa akan lebih bertanggung jawab atas tugasnya dan ternyata siswa lebih cepat menangkap materi yang disampaikan oleh temannya sendiri dari pada oleh guru dengan asumsi bahwa seorang teman bisa dijadikan tempat curhat dan berbagi ilmu tanpa batasan waktu dan untuk menanyakan hal-hal yang belum dimengerti lebih enak tanpa harus merasa malu ataupun sungkan”.
“Biasanya untuk kejutan terakhir saya mengajak semua siswa untuk duduk bersama mendengarkan penjelasana dari saya seputar materi dan biasanya saya mengajak semua siswa untuk duduk diatas lantai tanpa harus selalu duduk diatas bangku dengan alasan bahwa dengan posisi duduk yang sama antara guru dan siswa akan memberikan efek kebersamaan dan efek kerjasama yang sangat kental dari pada hrus duduk diatas bangku dimana dibatasi oleh jarak dan peluang untuk merengganglan otot-otot kaki yang kaku sangat kecil kemungkinannya. Pada saat itulah saya menanyakan kepada semua siswa saya terkait dengan kejutan pertama, kedua dan ketiga tentang masalah yang mereka hadapiu selama menerima informasi dari temannya. Dan hasilnya cukup memuaskan, para siswa sangat antusias menceritakan kelemahan-kelemahan mereka dalam menangkap materi dan hal yang lebih mengejutkan saya adalah ternyata sebelum saya tanggapi ada 1 atau 2 siswa yang memberikan masukan atau jawaban terkait dengan masalah yang dialami oleh temannya sehingga mereka dapat saling bertukar pengalaman, bertukar ilmu dan bertukar cerita terkait dengan masalah yang mereka hadapi”.
Dari ulasan cerita seorang guru komputer diatas dapat kita kerucutkan bahwa untuk menerapkan sebuah strategi pembelajaran dimana didalamnya akan lebih banyak melibatkan peran serta dan keaktifan siswa lebih-lebih dalam strategi TPS, tidak terpaku kepada waktu tepat yang bersifat keharusan karena semuanya bisa dikondisionalkan dengan kondisi para siswa dan situasi belajar serta domisili dimana siswa menuntut ilmu karena hal itu lebih efisien dan efektif agar siswa merasa kebutuhan dan keinginan bebas mereka dapat tersalurkan melalui strategi pembelajaran yang menyenangkan. Namun yang harus tetap diperhatikan adalah jangan sampai kebebasan dan keinginan untuk menuruti kemauan siswa menjadi over dan tidak terkendali karena walau bagaimanapun juga tujuan utama dari sebuah strategi pembelajaran adalah bagaimana siswa dapat menerima materi dengan baik dan sesuai dengan yang ditargetkan oleh guru serta bagaimana para siswa bisa bertanggung jawab atas materi yang telah mereka diskusikan dengan teman mereka.



Bagaimana Cara Penerapan Strategi Pembelajaran TPS Dalam Proses Belajar Mengajar?
Cara penerapan strategi pembelajaran TPS sebenarnya tidak terlalu sulit, hanya saja ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh tenaga pendidik maupun pesaerta didik agar proses penerapan strategi pembelajaran TPS tersebut bisa berjalan sesuai dengan rambu-rambu yang telah ditetapkan. Disamping beberapa hal atau syarat yang harus dilakukan masing-masing oleh tenaga pendidik dan peserta didik, ada pula hal yang harus diperhatikan guna menunjang lancarnya proses penerapan strategi pembelajaran TPS. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
1.      Guru atau tenaga pendidik harus memastikan bahwa semua siswa mengikuti jam pelajaran
Dalam menerapkan sebuah strategi pembelajaran TPS hendaknya seorang tenaga pendidik memastikan semua siswa hadir atau mengikuti jam pelajaran karena kehadiran siswa ikut menentukan hasil dari penerapan strategi TPS. Siswa dituntut untuk mengikuti kegiatan awal sampai akhir dari strategi TPS sehingga target untuk mencetak siswa atau peserta didik yang lebih bertanggung jawab bisa diamalkan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan utama dari strategi TPS yaitu mencetak peserta didik yang lebih bertanggung jawab terhadap tugas atau materi yang akan diberikan oleh tenaga pendidik.
Setelah dapat dipastikan bahwa semua siswa hadir, selanjutnya yang harus tenaga pendidik lakukan adalah  menerapkan enam langkah yang harus tenaga pendidik lakukan sebagaimana telah dijelaskan pada penjelasan tentang tugas dan peran tenaga pendidik dalam langkah penerapan strategi pembelajaran TPS diatas. Setelah ke enam langkah tersebut dilakukan dari awal sampai akhir, maka selanjutnya seorang tenaga pendidik atau guru harus melakukan proses mini evaluasi terhadap jalannya strategi TPS, hanya saja dalam melakukan proses mini evaluasi ini tenaga pendidik tidak mengikutsertakan siswa dengan alasan agar siswa merasakan dulu dan mencari kelemahan dari strategi pembelajaran yang baru saja mereka dapatkan. Dalam artian bahwa mini evaluasi tersebut hanya berkisar pada evaluasi tingkat efektifitas waktu dan antusias siswa dalam mengikutinya.
Sebelum memberikan pelajaran menggunakan strategi pembelajaran TPS ada baiknya jika seorang guru atau tenaga pendidik memberikan aktivitas-aktivias ringan sekedar menggairahkan semangat belajar para siswa antara lain:
a.       Free activities (aktivitas ringan atau bebas)
b.      Ice breaker atau brain storming (penyegaran otak)
Yang mana dari kedua aktivitas ringan tersebut bisa diisi dengan kegiatan-kegiatan menyenangkan seperti contoh berteriak bersama-sama, melakukan gerakan yoga atau bahkan jika memungkinkan dan jika dianggap perlu adalah memberikan permainan yang menyenangkan mengingat minat belajar siswa Indonesia yang masih sangat rendah dan masih memerlukan pelumas termasuk didalamnya adalah hal-hal yang menyenangkan seperti yang telah disebutkan diatas.
2.      Guru atau tenaga pendidik harus telah mempersiapkan materi yang akan diberikan kepada siswa
Seperti apa yang telah dibahas diatas bahwa seorang tenaga pendidik harus mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan kelancaran penerapan strategi TPS salah satunya adalah materi atau masalah yang akan diberikan kepada peserta didik. Jangan sampai tenaga pendidik atau guru menentukan materinya 5 menit sebelum menerapkan strategi pembelajaran TPS atau sebelum siswa terlibat aktif didalamnya, minimal satu hari atau malam sebelumnya seorang tenaga pendidik harus menyiapkannaya karena selain pertimbangan waktu, kesiapan tenaga pendidik juga terkesan tidak siap yang pada akhirnya akan berimbas pada hasil belajar dengan menggunakan strategi TPS. Satu hal yang wajib untuk diingat oleh seorang tenaga pendidik adalah satu hal yang dipikirkan dengan waktu yang singkat maka hasilnya pun akan berlaku dalam waktu singkat.
Adapun cakupan materi atau masalah yang harus dipersiapkan oleh tenaga pendidik adalah segala sesuatu yang berkaitan erat dengan materi pokok mata pelajaran seperti contoh apabila mata pelajarannya adalah agama maka muatan materi atau masalah yang sesuai adalah masalah bagaimana cara mengambil wudhu yang mencakup
a.   Membasuh muka
b.  Membasuh tangan
c.       Membasuh rambut
d.      Membasuh kaki
Artinya bahwa materi atau masalah yang akan diberikan harus benar-benar selaras dan sekiranya dianggap penting dan bisa untuk didiskusikan.
Dari contoh materi masalah diatas bukan berarti mata pelajaran yang lain tidak bisa menggunkan strategi TPS. Tidak menutup kemungkinan mata pelajaran yang lain juga bisa diterapkan strategi TPS seperti contoh bahasa inggris, sejarah, geografi dan lain sebagainya, hanya saja perlakuan dan penerapannya sedikit berbeda. Jadi disarankan untuk tenaga pendidik agar mempersiapkan materi atau masalah yang akan diberikan kepada siswa guna menghindari kesan less of preparation
3.      Guru atau tenaga pendidik harus ikut serta dalam meluruskan kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa.
Hal yang penting yang biasanya diabaikan oleh beberap tenaga pendidik adalah membiarkan siswanya melakukan kesalahan-kesalahan kecil dengan sebuah alasan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkreasi dan berekspresi. Pertanyaannya kemusian adalah kreasi dan ekspresi apakah selamanya harus dimulai dari suatu kesalahan? Tentu jawabnya tidak selalu ya karena semakin tenaga pendidik membiarkan kesalahan-kesalahan kecil dilakukan oleh siswa maka semakin siswa akan merasa benar dengan kesalahan yang mereka lakukan tanpa senaja bermula dari tingkat keseringan mereka melakukannya.
Pernah ada sebuah kasus kecil yang kebetulan menimpa penulis. Waktu itu seorang guru meminta penulis untuk mempresentasikan perkenalan dalam bahasa inggris. Ketika itu penulis masih duduk dikelas 2 sekolah menengah atas. Dengan keterbatasan kemampuan grammar dan vocabulary yang penulis punya, penulis memberanikan diri untuk tampil didepan kelas. Pada waktu mempresentasikan perkenalan dalam bahasa inggris tidak sedikitpunb penulis mendapat teguran atau koreksi langsung dari guru sehingga penulis beranggapan bahwa semua yang telah penulis ucapkan adalah benar dan hal itu berlangsung beberapa kali. Setelah terbiasa dengan bahasa yang dianggap benar secara otomatis itulah yang akan diproduksi oleh penulis dan ternyata guru memberikan koreksi setelah satu semester berlalu yang pada menyebabkan penulis sulit untuk merubahnya.
Jadi dalam strategi TPS ini diharapkan tenaga pendidik bisa mendampingi siswa secara kontrol selama siswa menerima strategi TPS dan apabila dirasa ada penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan siswa diharapkan tenaga pendidik bisa meluruskannya, namun hanya saja cara meluruskannya tidak langsung ketika ditemui kesalahan yang dilakukan oleh siswa dikhawatirkan siswa akan terkejut dan sok sehingga menghambat proses strategi pembelajaran TPS, melainkan guru harus mempunyai waktu 15 menit untuk proses final evaluasi setelah sebelumnya telah mempunyai garis-garis besar dalam mini evaluasi diakhir kegiatan.
Dalam final evaluasi tersebut diharapkan siswa bisa memahami cara belajar dengan menggunakan strategi pembelajaran TPS dengan baik dan benar sehingga tidak akan ada lagi kesalahan-kesalahan pada proses belajar selanjutnya. Dan untuk mengetahui tingkat efektivitas strategi pembelajaran TPS seorang guru atau tenaga pendidik dapat melihatnya dari hasil presentasi siswa dalam kelompok expert.

Apakah Kontribusi Strategi Pembelajaran TPS Terhadap Perkembangan Peserta Didik?
            Berbicara tentang strategi tentunya berkaitan erat dengan hasil atau konstribusi terhadap objek yang dikenakan. Terlepas dari apakah kontribusi tersebut bersifat konstruktif positif ataukah destruktif negatif, tergantung pada tingkat efektivitas strategi dimaksud. Artinya bahwa jika implementasi strateginya terkendali dan sesuai dengan prosedur yang berlaku, maka hasil atau kontribusi yang akan diberikan cenderung kepada hal yang bersifat konstruktif positif, sebaliknya jika implementasi strateginya melenceng dari pada rel atau jalur yang telah ditetapkan, maka kecenderungan hasilnya akan destruktif negatif. Adapun hasil atau kontribusi yang dapat diberikan strategi TPS terhadap peserta didik adalah:
1.      Individual Accountability (Tanggung Jawab Individual)
Peserta didik harus mempunyai tanggung jawab individual terhadap topik atau masalah yang dibebankan dalam sebuah sharing idea. Dalam implementasinya peserta didik di haruskan dapat mempertanggung jawabkan kesepakatan apa yang telah disepakati dalam home group untuk kemudian dipresentasikan pada kelompok atau pasangannya.
2.       Positive Interdependence (ketergantungan positif)
untuk melengkapi tingkat pemahaman peserta didik atau siswa terhadap suatu materi pelajaran, maka perlu adanya sebuah langkah diskusi dengan mempertimbangkan setiap pemikiran dari setiap individu dalam satu kelompok. Dari hasil pemikiran bersama itulah akan timbul suatu ketergantungan atau lebih tepat lagi saling melengkapi antara satu individu dengan individu yang lain tentang suatu masalah atau kasus yang bersifat positive interdependence sehingga akan ditemui suatu kesimpulan bersama yang lebih aktual, lebih lengkap dan lebih valid atau dengan kata lain antara berbagai individu akan terjadi saling ketergantungan dalam memaknai dan memahami suatu masalah. Hal itulah yang kemudian menjadi sangat penting bagi kemajuan setiap individu yaitu ketergantungan berbagi wawasan satu sama lain.
3.      Equal Participation (pengambilan keputusan yang berimbang)
Maksud dari kontribusi tersebut diatas adalah antara sesame peserta didik yang telah tergolong menjadi kelompok ahli dan kelompok rumah mempunyai partisipasi yang sama dalam hal penentuan keputusan. Tidak satu kelompok pun yang lebih mendominasi jalannya proses pembelajaran, baik peserta didik atau siswa yang mempunyai tingkat nalar berpikir yang rendah, sedang ataupun diatas rata-rata. Semua mempunyai kesempatan yang sama dalam proses pembelajaran karena setiap siswa atau individu memiliki tanggung jawab yang berbeda dan mereka harus melaporkan hasilnya pada pasangannya.
Letak tanggung jawab itulah yang akan membuat peserta didik menjadi lebih aktif tidak hanya aktif dalam menerima informasi tentang suatu kasus melainkan juga aktif dalam memberikan kontribusi pemikiran tentang suatu kasus yang diberikan oleh guru. Selain itu tanggung jawab yang diemban oleh masing-masing siswa akan semakin membuat siswa lebih mandiri dan terus berusaha menggali informasi terkait kasus atau masalah yang diberikan oleh guru sehingga proses pembelajaran lebih terarah, lebih bermakna dan lebih menyenangkan.
4.      Simultaneous Interaction (pengaruh bersama)
Salah satu faktor keberhasilan sebuah strategi pembelajaran dalam hal ini adalah TPS yang lebih mengutamakan diskusi dan berbagi ilmu pengetahuan maka diperlukan suatu nilai kebersamaan dimana antara semua siswa yang terlibat dalam proses diskusi bisa saling memberikan pengaruh dalam bentuk pernyataan ataupun asumsi. Pola pengaruh kebersamaan antara setiap siswa itulah yang akan menjadi tolak ukur keberhasilan suatu diskusi tentang seberapa besar pengaruh yang akan ditimbulkan oleh masing-masing siswa dalam menentukan kesepakatan atau kesimpulan akhir tentang suatu kasus yang diberikan oleh guru.
























BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Dari uraian tentang strategi pembelajaran TPS diatas dapat dihasilkan sebuah kesimpulan bahwa:
1.      Strategi pembelajaran TPS adalah sebuah strategi pembelajaran yang lebih menekankan pada tiga komponen kemampuan yang diharapkan dapat memberikan gaya belajar yang lebih bertanggung jawab. Adapun ketiga komponen yang dimaksudkan dalam strategi pembelajaran TPS ini adalah
  1. Komponen berpikir (Share)
Dalam komponen berpikir ini para peserta didik diharapkan mampu memberdayakan fungsi kerja otak melalui proses mencerna pengetahuan yang disampaikan melalui sebuah kasus pembelajaran.
  1. Komponen kerja berpasangan (pair)
Komponen kerja berpasangan ini berfungsi sebagai komponen pendukung terhadap komponen berpikir. Dimana dalam prosesnya harus melalui tahapan pemecahan kasus yang dilihat dari berbagai sudut pandang yang diperoleh dari  hasil pemikiran pasangan atau partner kerja, sehingga proses pemecahan kasus bisa dipertanggung jawabkan
  1. Komponen berbagi pengetahuan (Share)
Setelah komponen awal dan komponen pendukung terpenuhi, terakhir adalah komponen utama yaitu berbagi pengetahuan. Dari komponen ini nantinya akan dihasilkan sebuah pengetahuan yang heterogen dari beberapa individu dalam hal ini adalah peserta didik yang terlibat langsung dalam strategi pembelajaran TPS. Keberagaman atau heterogenitas pengetahuan tersebut yang akan menjadi saksi bisu dan pertanda bahwa masing-masing peserta didik mempunyai sudut pandang yang berbeda tentang sebuah kasus dan hasil penyatuan sudut pandang yang berbeda tersebut lah yang akan membuat suatu pemecahan kasus yang lebih mantab, valid dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
2.      Para pelaku pendidikan seperti halnya tenaga pendidik dan peserta didik adalah dua subjek yang akan terlibat langsung dalam penerapan strategi pembelajaran TPS, namun peran serta dan keaktifan peserta didik lebih ditekankan karena dalam penerapan strategi pembelajaran TPS akan lebih banyak melibatkan keaktifan peserta didik.
3.      Kontribusi positif yang dapat dihasilkan dalam penerapan strategi pembelajaran TPS adalah:
a.       Individual accountability (tanggung jawab individual)
b.      Positive interdependence (ketergantungan positif)
c.       Equal participation (pengambilan keputusan yang sama)
d.      Simultaneous interaction (pengaruh bersama)
 SARAN
Saran penulis terhadap terselesaikannya strategi pembelajaran ini adalah
1.      Terhadap Pemerintah
  1. diharapkan pemerintah agar lebih peka lagi dalam membaca dan memahami kebutuhan dunia pendidikan khususnya kebutuhan siswa agar tidak lagi dijumpai sebuah kurikulum yang bermuatan lebih dari kapasitas siswa sebagai peserta didik.
  2. Sebagai pemegang kekuasan dan penentu kebijakan disarankan kepada kementrian pendidikan untuk bisa menyeimbangkan antara target keilmuan yang dibebankan kepada siswa dengan fasilitas penunjang pendidikan untuk mencapai target tersebut
  3. Kinerja pemerintah hendaknya lebih diperjelas lagi disesuaikan dengan peran yang sebenarnya dan forsi yang proporsional terutama terkait dengan masalah pendidikan.
2.      Terhadap Tenaga Pendidik
  1. Profesionalisme harus diimbangi dengan keberanian mengambil sikap khususnya yang berkaitan dengan strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
  2. Keterlibatan secara langsung sewaktu-waktu sangat diperlukan untuk mengatur jalannya pembelajaran dalam kelas
  3. Jangan terlalu terpaku terhadap strategi pembelajaran yang baku namun tidak bisa memberikan dampak positif langsung bagi kemajuan peserta didik.
3.      Terhadap peserta didik
  1. Harus lebih bisa menempatkan diri sebagai subjek kedua dalam pembelajaran yaitu sebagai tempat penampung pengetahuan bukan sebagai tempat transit pengetahuan.
  2. Harus bisa lebih bertanggung jawab sebagai pewaris pengetahuan khususnya tanggung jawab secara pemahaman terhadap suatu materi pembelajaran.
  3. Lebih giat lagi dalam menuntut ilmu pengetahuan dalam rangka mewujudkan indonesia yang bersumber daya manusia yang berkualitas.
  4. Lebih percaya diri untuk selalu berkata bisa.






























BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Sampurno Agus, 2008 Think, Pair and share (berfikir, berpasangan dan berbagi pengetahuan). Google : Think, Pair Share.
Jeremy Harmer , 1998 the practice of English language teaching. Third edition. 116. Cambridge. Longman.
Mulyasa E. 2006 menjadi guru professional. Bandung. PT remaja rosdakarya.





















No comments:

Post a Comment