Pages

Friday, December 30, 2011

PERATURAN DAERAH JAKARTA TENTANG LARANGAN BERSEDEKAH TERHADAP PENGEMIS


oleh : Asah

Marhaban ya ramadhan, bulan suci yang penuh ampunan kini telah tiba, seharusnya sebagai bangsa yang mayoritas berpenduduk muslim bulan puasa ini disambut dengan berbagai kegiatan ubudiyah, salah satunya memperbanyak amal sedekah. salah apabila pemerintah daerah jakarta mengeluarkan peraturan tentang larangan bersedekah terhadap pengemis yang notabenenya tergolong dalam klasifikasi kaum dluafa (fakir miskin), karena hal itu termasuk upaya penjegalan kepada seseorang yang ingin berbuat baik dalam hal ini adalah beramal melalui pemberian sedekah kepada para pengemis. menanggapi tentang upaya pemerintah daerah dalam memberlakukan peraturan daerahnya tentunya  pemerintah daerah mempunyai niatan baik yang bernilai positif dibalik semua itu, namun lagi-lagi pemerintah gelap mata akan kenyataan hidup yang cendrung anarkis dan tak lagi bersahabat,awalnya  alasan pemerintah mungkin logis dengan asumsi bahwa hal itu diberlakukan demi keselamatan para pengemis yang menengadahkan gelas aqua plastik kosong ditengah-tengah hilir mudik kendaraan roda dua maupun roda empat, tapi alasan itu akan tidak logis dengan sendirinya apabila pemerintah daerah tidak mengalokasikan dana taktis untuk membantu para pengemis ditengah-tengah himpitan ekonomi dimana sudah menjadi budaya tahunan seperti tahun-tahun sebelumnya bahwa bulan puasa menjadi pertanda semua kebutuhan pokok mengalami inflasi besar-besaran. bukankah islam mengajarkan bahwa tangan diatas lebih baik dari pada tangan dibawah. kalau masalahnya sudah seperti itu sama halnya pemerintah daerah jakarta menengadahkan tangan meminta kerelaan para pengemis untuk memberikan selebaran kertas dengan nominal “ ya saya akan berhenti mengemis, asalkan hidup saya ditanggung”
Begitu banyaknya pengemis mungkin merupakan salah satu faktor mengapa pemerintah daerah jakarta harus mengeluarkan peraturan tentang larangan bersedekah kepada pengemis, dan mungkin populasi pengemis yang semakin meningkat membuat pemerintah daerah jakarta risih dan merasa tidak steril, namun seharusnya pemerintah daerah jakarta sadar bahwa memang begitulah tuntutan profesi sebagai seorang pengemis (dari pada membawa senjata untuk nodong lebih baik bawa gelas aqua untuk minta-minta) seperti halnya selebritis yang mana mau ataupun tidak mau mereka harus melakonkan apa yang telah ditentukan oleh seorang produser sekalipun itu keluar dari sifat yang sebenarnya demi sebuah tuntutan profesi. seharusnya pula pemerintah daerah jakarta malu terhadap sebuah paguyuban yang ada didaerah kecil dikawasan lawang, jawa timur yang rela memberikan santapan buka puasa gratis dalam jumlah besar 200-450 nasi dalam sehari, bukan itu saja, paguyuban dengan mayoritas umat non muslim itu juga membagikan susu dan roti gratis untuk semua masyarakat yang tidak mampu, pengemis, dan para pengguna jalan yang secara kebetulan melintasi kawasan tersebut. ironis dan amat memalukan sekali kita sebagai umat muslim tidak bisa melakukan hal yang sama.
Mengenai peraturan daerah tersebut, saya mewakili kaum miskin papa diseluruh jagat raya sangat tidak sepakat dengan adanya keputusan pemerintah daerah tersebut. harapan masyarakat miskin dan lemah terhadap pemerintah daerah tolonglah semua pemerintah daerah untuk tidak hanya memikirkan isi perut mereka sendiri, pikirkanlah betapa sulitnya masyarakat miskin mencari nafkah halal demi sesuap nasi, apakah pemerintah lebih senang melihat para pengemis beralih profesi menjadi pencopet dan kelompok sindikat penculikan anak, dimanakah nilai positif dari peraturan daerah tersebut jika keberadaan masyarakat miskin selalu salah dan mendapat perlakuan yang tidak adil, dimanakah janji pemerintah yang terpampang besar hampir disetiap sudut kota dan daerah tentang upaya penanggulangan kemiskinan seperti yang menjadi maskot dalam memeriahkan kemerdekaan republik indonesia yang ke 62.

No comments:

Post a Comment